Nama Bekasi memiliki makna dan nilai sejarah yang berbeda. Menurut Poerbatjaraka, pakar bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno, asal kata Bekasi secara filosofis berasal dari kata Chandrabhaga. Chandra berarti “bulan” (dalam bahasa Jawa Kuno, sama dengan Sasi) dan Bhaga berarti “bagian dari”. Jadi, secara etimologis, kata Chandrabhaga berarti bagian dari bulan. Kata Chandrabhaga menjadi Bhagasasi, sering disingkat menjadi Bhagasi.
Kata Bhagasi dalam pelafalan bahasa Belanda biasanya ditulis “Bacassie” dan kemudian diubah menjadi Bekasi hingga sekarang. Bekasi dikenal sebagai “Bumi Patriot” dan merupakan daerah yang dijaga oleh Pembela Tanah Air. Di sini mereka berjuang sampai titik darah penghabisan untuk mempertahankan negara tercinta dan merebut kemerdekaan dari penjajah.
Kabupaten Bekasi diusia 57 tahun dan banyak perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu. Menelusuri jejak sejarah Kabupaten Bekasi terungkap dalam rangkaian periode sejarah sebagai berikut: (1) Periode Kerajaan. (2) Masa penjajahan Belanda. (3) Masa profesional Jepang. (4) Masa persiapan mandiri. (5) Pembentukan Kabupaten Bekasi. (6) Masa pemberontakan PKI. (7) Periode pengembangan.
Waktu kerajaan
a. Kerajaan Tarumanagara
Daerah Bekasi menurut beberapa bukti sejarah (berupa prasasti Tugu, Ciaruteun, Muara Cianten, Kebon Kopi, Jambu Biji, Pasir Awi dan Prasasti Cidangiang) dianggap sebagai salah satu pusat kerajaan Tarumanegara. Saat itu, Maharaja Punawaman sudah menggali dua sungai, Chandrabaga dan Gomati, menandakan bahwa daerah tersebut sudah mulai subur untuk lahan pertanian. Kerajaan Tarumanegara mulai runtuh sekitar abad ke-7 dan ke-8 akibat serbuan kerajaan Sriwijaya. Kemudian muncul Kerajaan Pajajaran yang memiliki pengaruh cukup besar di wilayah Bekasi.
b. Zaman Kerajaan Pajajaran (dibangun tahun 1255 Caka atau 1333 M)
Bekasi merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Pajajaran, salah satu pelabuhan sungai yang makmur dan penting serta merupakan aset berharga Kerajaan Pajajaran karena memiliki akses langsung ke Pelabuhan Sunda Kelapa. Ramainya Pelabuhan Sunda Kelapa sangat dipengaruhi oleh Sungai Bekasi sebagai pelabuhan transit.
c. Kerajaan Jayakarta
Saat itu, wilayah Bekasi masih menjadi pelabuhan transit Pelabuhan Sunda Kelapa. Periode ini ditandai dengan menyusutnya Sunda Kelapa menjadi Falatehan, kemudian pada tanggal 22 Juni 1527 berubah nama menjadi Jayakarta (artinya Kota Kemenangan). Namun, Jayakarta akhirnya jatuh ke tangan VOC pada tanggal 30 Mei 1619. Setelah itu, Jayagata berganti nama menjadi kota “Batavia” dan Bekasi menjadi bagian dari wilayah Batavia.
Masa Penjajahan Belanda
a. Peristiwa Penyerbuan Kerajaan Mataram Ke Batavia (1629)
Masa ini memberikan warna sejarah dan sosial budaya bagi masyarakat Bekasi. Penyerangan tentara Mataram ke Batavia telah memberikan peran khusus kepada daerah penyangga dengan dipersiapkannya lumbung-lumbung persediaan pangan. Penyerangan tersebut berpengaruh terhadap penamaan tempat (diantaranya adalah “Pekopen”, “Babelan” Kampung Jawa” dan “Saung Ranggon”).
Bahasa (Karena tentara Mataram tak hanya berasal dari Jawa Tengah tetapi ada juga yang berasal dari Jawa Timur dan Jawa Barat maka di Bekasi berkembang bahasa Sunda, dialek Banten, Jawa atau campurannya) dan karakteristik yang memperkaya seni budaya Bekasi, seperti wayang wong, wayang kulit, calung, topeng dan lain-lain. Selain itu juga, kesenian “ujungan” yang merupakan kesenian rakyat menampilkan keberanian dan keterampilan, dengan instrumentalis yang dinamik dan humoris, yang menggambarkan jiwa dan semangat masyarakat Bekasi yang patriotik.
b. Muncul “Tanah-Tanah Partikelir” pada akhir abad ke – 17
Daerah Bekasi dan sekitarnya. Sejak itulah, Bekasi dikenal sebagai daerah tanah-tanah partekelir dengan beberapa wilayah “Kemandoran” dan “Kademangan”. Sistem penguasaan tanah partekelir ini menimbulkan kesengsaraan yang amat meresahkan masyarakat. Puncak keresahan tersebut ditandai dengan terjadinya peristiwa Pemberontakan Petani Bekasi di Tambun tahun 1869.
c. Periode Pemerintahan Hindia Belanda
Sebagai akibat politik ekonomi liberal (Politik Ethis) dan pelaksanaan Desentralisatie Wet, Bekasi kemudian menjadi salah satu distrik di Regentschap Meester Cornelisberdasarkan Staatsblad 1925 No. 383 tertanggal 14 Agustus 1925. Regentschap Meester Cornelis terbagi menjadi empat distrik, yaitu Meester Cornelis. Kebayoran, Bekasi dan Cikarang. Saat itulah, Bekasi secara formal dikenal sebagai salah satu ibukota pemerintahan setingkat dengan kewedanaan.
Masa Pendudukan Jepang
Setelah Belanda takluk pada tanggal 8 Maret 1942 kepada Jepang. Pada awalnya, Jepang disambut dengan suka cita tetapi kegembiraan rakyat Bekasi ternyata hanya sekejap mata. Bahkan perlakuan Jepang dirasakan lebih buruk dibandingkan penjajah sebelumnya diantaranya adanya praktek romusha (kerja paksa) dan memaksa para pemuda mengikuti propaganda melalui penetrasi kebudayaan Jepang dan mendirikan Barisan Pemuda Asia Raya (Seperti Seinendan, Keibodan. Heiho dan tentara Pembela Tanah Air – PETA). Selain itu, para pemuda Bekasi membentuk juga organisasi lain seperti Gerakan Pemuda Islam Bekasi (GPIB), (tokohnya Marzuki Urmaini, Muhayar, Angkut Abu Gozali, M. Husein Kamaly, Gusir) dan badan-badan perjuangan, diantaranya Markas Perjuangan Hizbullah Sabilillah (MPHS), yang dipimpin oleh KH. Noer Alie. Jepang pun mengubah sistem pemerintahan dan penamaannya, diantaranya adalah Regenschap Meester Cornelis berubah menjadi Jatinegara Ken, dan District Bekasi menjadi Bekasi Gun.
Masa Perjuangan Kemerdekaan
Kedatangan tentara Inggris yang diboncengi NICA (Belanda) memacu pejuang pergerakan di Indonesia, khususnya Bekasi untuk memperkuat pertahanan di wilayah sekitar Jakarta. Akibatnya terjadi peristiwa sejarah perjuangan rakyat Bekasi, sebagai berikut : (1) Rapat Raksasa Ikada; (2) Insiden Kali Bekasi; (3) TKR di Bekasi; (4) Bekasi Lautan Api; (5) Penggabungan Badan Perjuangan dan Kelaskaran di Bekasi; (6) Pertempuran di Tambun, Cibitung, Setu dan Kampung Sawah; (7) Peristiwa Tambun; (8) Gerakan Plebisit Indonesia baik pada masa agresi militer I dan II dan banyak lagi peristiwa-peristiwa heroik lainnya. Peristiwa Perjuangan Kemerdekaan di Bekasi tersebut merupakan gambaran betapa tingginya patriotisme rakyat Bekasi dalam membela tanah air. Oleh sebab itu. Bekasi kemudian mendapat gelar terhormat sebagai “Bumi Patriot” karena kenyataan sejarah membuktikan bahwa Bekasi merupakan daerah front pertahanan Republik Indonesia yang menjadi saksi kepatriotan para kesuma bangsa dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dilihat dari sisi pemerintahan, Bekasi pada masa kemerdekaan ini masih merupakan sebuah kewedanaan di dalam wilayah Kabupaten Jatinegara (1945-1950).
Masa Terbentuk Kabupaten Bekasi
Sejarah terbentuknya Kabupaten Bekasi dimulai dengan dibentuknya “Panitia Amanat Rakyat Bekasi” yang dipelopori R. Supardi, M. Hasibuan, KH. Noer Alie, Namin, Aminudin dan Marzuki Urmaini, yang menentang keberadaan RIS- Pasundan dan menuntut berdirinya kembali Negara Kesatuan RI. Selanjutnya diadakan Rapat Raksasa di Alun-alun Bekasi yang dihadiri oleh sekitar 40.000 orang rakyat Bekasi pada tanggal 17 Pebruari 1950.
Rapat Raksasa di Alun-alun Bekasi menyampaikan tuntutan Rakyat Bekasi yang berbunyi : Pertama: Penyerahan kekuasaan Pemerintah Federal kepada Republik Indonesia. Kedua : Pengembalian seluruh Jawa Barat kepada Negara Republik Indonesia. Ketiga : Tidak mengakui lagi adanya pemerintahan di daerah Bekasi, selain Pemerintahan Republik Indonesia. Keempat: Menuntut kepada Pemerintah agar Kabupaten Jatinegara diganti menjadi Kabupaten Bekasi. Upaya para pemimpin Panitia Amanat Rakyat Bekasi untuk memperoleh dukungan dari berbagai pihak terus dilakukan. Diantaranya mendekati para pemimpin Masjumi, tokoh militer (Mayor Lukas Kustaryo dan Moh. Moefreini Mukmin) di Jakarta.
Pengajuan usul dilakukan tiga kali antara bulan Pebruari sampai dengan bulan Juni 1950 hingga akhimya setelah dibicarakan dengan DPR RIS, dan Mohammad Hatta menyetujuim penggantian nama “Kabupaten Jatinegara” menjadi “KabupatenBekasi “.
Persetujuan pembentukan Kabupaten Bekasi semakin kuat setelah dikeluarkannya Undang-undang No. 14 Tahun 1950. Kabupaten Bekasi secara resmi dibentuk dan ditetapkan tanggal 15 Agustus 1950 sebagai Hari Jadi Kabupaten Bekasi. Selanjutnya pada tanggal 2 April 1960 Pusat Pemda Bekasi semula dipusatkan di Jatinegara (sekarang Markas Kodim 0505 Jayakarta, Jakarta) dipindahkan ke gedung baru Mustika Pura Kantor Pemda Bekasi yang terletak di Bekasi Kaum JI. Jr. H. Juanda. Adapun daerah Hukum Kabupaten Jatinegara yang selanjutnya menjadi Kabupaten Bekasi, yaitu :
1. Kewedanaan Bekasi, meliputi :
a. Kecamatan Bekasi terdiri atas 9 desa
b. Kecamatan Babelan terdiri atas 6 desa
c. Kecamatan Cilingcing terdiri atas 3 desa
d. Kecamatan Pondok Gede terdiri atas 7 desa
2. Kewedanaan Tambun, meliputi :
a. Kecamatan Tambun terdiri atas 8 desa
b. Kecamatan Setu terdiri atas 9 desa
c. Kecamatan Cibitung terdiri atas 7 desa
3. Kewedanaan Cikarang, meliputi;
a. Kecamatan Cikarang terdiri atas 7 desa
b. Kecamatan Lemah Abang terdiri atas 8 desa
c. Kecamatan Cibarusah terdiri atas 11 desa
4. Kewedanaan Serengseng, meliputi :
a. Kecamatan Sukatani terdiri atas 9 desa
b. Kecamatan Pebayuran terdiri atas 6 desa
c. Kecamatan Cabangbungin terdiri atas 5 desa
Dengan demikian, maka daerah Kabupaten Bekasi menurut wilayah administrasi pemerintahan meliputi 4 kewedaan dengan 13 kecamatan yang terdiri atas 95 desa. Pembagian wilayah administrasi pemerintahan ini terabadikan dalam Lambang Daerah Kabupaten Bekasi yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 12/P.D./’62 pada tanggal 20 Agustus 1962 dengan sesanti. “SWATANTRA WIBAWA MUKTI” yang diartikan sebagai “Daerah yang Mengurus Rumah Tangga Sendiri, Berpengaruh dan Jaya-Makmur”.
Masa Pemberontakan PKI
Periode ini ditandai dengan terjadinya upaya dominasi komunis diberbagai daerah dengan tokoh utama PKI Bekasi, Abbas Djunaedi dan Peristiwa G 30 S / PKI, serta upaya pemberantasan PKI oleh rakyat dan pemuda Bekasi serta pihak keamanan yang bersatu padu menjaga keutuhan bangsa dari rongrongan komunisme, diantaranya dibentuknya Komando Aksi Tumpas (tokoh utamanya adalah Ki Agus Abdurachman (Pemuda Pancasila), Dadang Hasbullah (Pemuda Muhammadiyah), Abdurachman Mufti, Ateng Siroj, Muhtadi Muchtar (PH) dan Damanhuri Husein (Gerakan Pelajar Pancasila) serta tokoh-tokoh lain dari unsur Gerakan Pemuda Anshor, IPNU, IPPNU, IPM dan lain-lain), serta Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia (KAPPI) Bekasi yang diketuai oleh Ateng Siroj dan Damanhuri Husein sebagai sekretaris.
Nama Bupati Kepala Daerah Dan Ketua DPRD Kabupaten Bekasi
Bupati dan Kepala Daerah Kabupaten Bekasi
1). Periode (1949 — 1951) Bupati Bekasi dijabat oleh R. Suhandan Umar
2). Tahun (1951) selama 3 (tiga) bulan Jabatan sementara Bupati Bekasi selama 3 (tiga bulan adalah KH. Noer Alie).
3). Periode (1951 — 1958) Bupati Bekasi dijabat oleh R. Sampoerno Kolopaking
4). Periode (1958- 1960) Bupati Bekasi dijabat oleh RMKS Prawira Adiningrat. Kepala Daerah Swatantra Tk. II Bekasi dijabat oleh Nausan.
5). Periode (1960 — 1967) Jabatan Bupati dan Jabatan Kepala Daerah Swatantra Tk. II Bekasi dijabat dan dirangkap oleh Maun alias Ismaun.
6). Periode (1967 – 1973) Bupati / Kepala Daerah Tk. II Bekasi dijabat oleh MS. Soebandi.
7). Periode (1973 -1978 dan 1978 – 1983) Bupati / Kepala Daerah Tk. II Bekasi, dijabat oleh H. Abdul Fatah.
8). Periode (1983 – 1988 dan 1988- 1993) Bupati / Kepala Daerah Tk. II Bekasi, dijabat oleh H. Suko Martono.
9). Periode (1993- 1998) Bupati / Kepala Daerah Tk. II Bekasi, dijabat oleh H. Moch Djamhari. (Soni)