INFOBEKASI.CO – Isu ekonomi dan gelombang Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) semakin memprihatinkan di Bekasi sepanjang 2024. Ribuan pekerja, terutama di usia 40 tahun ke atas, telah kehilangan pekerjaan. Berdasarkan data, 5.764 pekerja di Jawa Barat terkena PHK, dengan Bekasi menyumbang angka signifikan, yakni 1.729 di Kabupaten Bekasi dan 628 di Kota Bekasi. Menurut serikat pekerja, banyak perusahaan melakukan PHK tanpa melapor ke pemerintah, membuat distribusi bantuan sosial sulit dilakukan.
Sarino, Sekretaris Konsulat Cabang FSPMI Bekasi, menyebut bahwa banyak perusahaan mengganti pekerja tetap dengan tenaga outsourcing atau magang. Hal ini diduga akibat penerapan UU Cipta Kerja, yang memberi keleluasaan bagi perusahaan untuk memutuskan hubungan kerja dengan alasan efisiensi.
“Banyak perusahaan-perusahaan yang melakukan efisiensi tidak melaporkan kepada instansi terkait,” kata Sekertaris Konsulat Cabang FSPMI Bekasi, Sarino.
Upaya serikat pekerja untuk menggugat UU Cipta Kerja belum berhasil, dan kini mereka berharap pemerintahan Prabowo dapat menghasilkan regulasi untuk mencegah PHK massal. Bantuan sosial dan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dinilai hanya solusi sementara.
“Artinya kita hanya meminta kepada pemerintah, khususnya pak Prabowo dan nanti kabinetnya mampu regulasi untuk bagaimana mencegah terjadinya PHK,” kata Sarino.
Solusi terkait dengan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) bukan solusi yang tepat, termasuk pemberian Bansos. Solusi-solusi tersebut hanya bersifat sementara, sedangkan pekerja yang kehilangan pekerjaan harus tetap memenuhi kebutuhan dirinya sendiri berserta keluarganya.
“Misalnya orang lapar, hari itu makan, lalu selanjutnya bagaimana?. Orang itu harus, hari itu dikasih minum, setelahnya bagaimana?. Itu bukan solusi menurut saya,” tambah Sarino.
Solusi jangka panjang yang diusulkan adalah kerja sama antara perusahaan besar dan UMKM, di mana usaha kecil dapat menjadi sub-industri, misalnya dengan memasok kebutuhan industri besar. Hal ini diharapkan bisa menjadi solusi bagi mereka yang terkena PHK.
Sementara itu, Sekretaris DPC SPSI Bekasi, Fajar Winarno, menyoroti kebijakan impor yang dianggap memperburuk situasi, serta tingginya beban pajak dan biaya bahan baku yang menjadi penyebab PHK. Pemerintah Kota Bekasi sendiri tengah mengantisipasi lonjakan pengangguran dengan mengadakan bursa kerja yang bekerja sama dengan perguruan tinggi.
Selain itu, pengusaha juga dibebani oleh biaya-biaya yang tinggi seperti pajak ditengah nilai tukar rupiah yang tidak stabil. Akibatnya, biaya bahan baku impor tinggi.
“Jelas tingginya PHK kalau dianggap karena upah buruh yang tinggi itu tidak benar, buktinya gelombang PHK justru terjadi di wilayah yang upah (UMK)nya lebih rendah dibandingkan dengan daerah lain,” kata Fajar Winarno.
Sebelumnya Pj Wali Kota Bekasi, Raden Gani Muhamad menyampaikan bahwa pihaknya tengah mengantisipasi meningkatnya angka pengangguran. Terutama pada momentum bertambahnya penduduk usia kerja baru di pertengahan tahun, yakni dengan menggelar bursa kerja bekerjasama dengan perguruan tinggi di Kota Bekasi.
“Itu sebagai langkah antisipasi kita untuk menekan angka pengangguran di Kota Bekasi,” kata Fajar Winarno.