Masih soal debat Calon Wakil Presiden (Cawapres). Sudah banyak komentar dan ulasan seputar debat yang disiarkan langsung oleh televisi nasional. Selain ulasan yang berbobot, ilmiah. Ulasan beraroma nyinyir pun bertebaran di jagat media sosial. Ulasan dari politisi, komedian stand up comedy hingga konten creator banyak ditemui bertebaran di linimasa.
Memang, sangat menggoda untuk ikut serta terlibat dalam euforia mengomentari debat kandidat Wakil Presiden yang ke-14. Usai debat Cawapres di Televisi, perdebatan pun pindah ke lini masa. Setelah pemain, suporter pun ramai naik ke atas panggung. Panggung selanjutnya media sosial. Panggungnya suporter unjuk kebolehan memuji jagoannya setinggi langit. Menjatuhkan lawan serendah-rendahnya
Perdebatan Cawapres ini menarik sekaligus ditunggu-tunggu karena faktor Gibran Rakabuming Raka. Sebagai Cawapres paling belia. Sekaligus Cawapres karbitan, begitu dialamatkan pada Gibran Rakabuming Raka. Gak hanya sampai disitu, Anak sulung Presiden Joko Widodo itu juga dicap gak bisa debat. Bahkan ada yang bilang akan dirujak dua Cawapres yang juga politisi senior.
Namun tudingan tak bisa debat yang ditujukan ke Gibran Rakabuming Raka tak terbukti. Wali Kota Solo itu sangat mengusai arena debat malam itu. Ia berhasil membalikkan tuduhan gak bisa bicara dan berdebat dengan mengusai panggung debat Cawapres. Ia sukses nyelepet dua Cawapres yang juga politisi kawakan.
Gibran Rakabuming Raka sangat menguasai topik tentang ekonomi dan dunia usaha. Selain pelaku usaha, sebagai wali kota, pertanyaan seputar ekonomi dan dunia usaha tentu sudah makanan sehari-hari Gibran Rakabuming Raka.
Selain menguasai topik debat, Cawapres Gibran Rakabuming Raka juga sangat deteil dan menguasai hal-hal teknis. Istilah-istilah teknis juga sangat ia kuasai. Pertanda ia pernah memimpin kota. Ini sangat penting. Karena memimpin daerah harus menguasai hal teknis dan kecil-kecil.
Gibran Rakabuming Raka sangat diuntungkan dengan topik debat Cawapres. Topik ini jauh dari perhatian seorang Mahfud MD yang keseharian banyak bergelut dengan hukum. Selama ini Mahfud MD dikenal sebagai akademisi hukum. Tentu bila topiknya sola hukum, pastilah Mahfud MD yang akan leading dalam perdebatan antar Cawapres tersebut.
Demikian halnya dengan Cawapres Muhaimin Iskandar yang selama ini dikenal sebagai politisi, anggota DPR dan pernah menjadi Menteri Tenaga Kerja. Lagi-lagi topik ini bukan obrolan keseharian Muhaimin Iskandar. Sebagai mantan aktivis yang kemudian menjadi politisi, Muhaimin Iskandar seorang generalis.
Yang terlewatkan oleh Mahfud MD, Muhaimin Iskandar dan timnya, topik yang akan menjadi perdebatan di sesi debat antar Cawapres. Topik tentang ekonomi bukan soal hukum atau isu general kenegaraan.
Bisa jadi karena merasa sudah terbiasa berdebat dan berdialektika, Mahfud MD maupun Muhaimin Iskandar yakin akan leading dalam debat sesi kedua Pemilihan Presiden 2024. Sehingga mereka tidak mempersiapkan dengan baik materi yang akan menjadi bahasan.
Kegemilangan Gibran Rakabuming Raka dalam debat Cawapres 2024 bukan tanpa cacat. Ada juga kesahalan fatal yang diperbuat Gibran Rakabuming Raka. Kesalahan yang dibuat sejak dari perencanaan strategi debat. Kesalahan yang sebenarnya bisa dihindari. Kesalahan yang tidak perlu.
Keunggulan Gibran Rakabuming Raka dalam perdebatan Cawapres tersebut dirusak oleh pertanyaan kepada Muhaimin Iskandar dengan menggunakan singkatan. Gibaran Rakabuming Raka bertanya kepada Muhaimin Iskandar tentang SGIE.
Sudah bisa dipastikan, Muhamin Iskandar kelabakan dan kaget ketika disodorkan pertanyaan dengan kata singkatan. Jangankan menjawab, mengerti tentang pertanyaan saja tidak. Yang nyinyirin Muhaimin Iskandar gak bisa jawab pertanyaan tentang SGIE juga gak ngerti kok. Sesama yang gak paham jangan nyiyir deh.
Akhirnya, Muhaimin Iskandar, jujur. Ia pun mengaku tidak mengerti arti SGIE. Sesudah Gibran Rakabuming Raka menjelaskan apa itu SGIE (State of the Global Islamic Economy), Muhaimin Iskandar baru menjawab dengan mulus.
Pertanyaan dengan singkatan ini tak elok dipertanyakan pada debat yang disaksikan jutaan pasang mata rakyat Indonesia. Dikarenakan forum ini sebagai tukar menukar dan adu gagasan dalam strategi memimpin negara besar seperti Indonesia.
Saya jadi teringat zaman dahulu, kala duduk di bangku sekolah dasar. Salah satu model pembelajarannya dengan menghafal singkatan. Bahkan ada satu buku khusus yang menghimpun singkatan-singkatan. Dan yang ku ingat salah satunya hingga hari ini, singkatan Repelita. Ada yang tahu repelita? Gooling aja dulu deh.
Penampilan Gibran Rakabuming Raka yang sudah menawan di panggung debat antar Cawapres harus tercoreng titipan pertanyaan dari tim konsultannya.
Sungguh tak bijak. Semua paham arah kemana tujuan pertanyaan dengan menggunakan singkatan kata tersebut. Mempermalukan lawan. Jelas kan ya?
Harusnya Prabowo Subianto melarang Gibran Rakabuming Raka melakukan hal itu. Atau mengingatkan tim konsultan untuk tidak mengulangi lagi hal tersebut dalam debat berikutnya. Apalagi Prabowo Subianto pernah diperlakukan hal yang sama oleh Joko Widodo dalam sesi debat Pemilihan Presiden 2014. Saat itu Joko Widodo menanyakan langkah-langkah apa yang akan diambil Prabowo Subianto dalam meningkatkan peran TPID. Tentu Prabowo Subianto tidak bisa jawab. Bukan karena gak bisa jawab karena keterbatasan wawasan. Tapi gak paham dengan maksud pertanyaan yang menggunakan singkatan tersebut. Dan saat itu, Prabowo Subianto jadi “korban” pertanyaan berbau singkatan. Ada yang tau apa itu TPID, silahkan goegling sendiri.
Selepet lawan debat bukan dengan cara mengajukan pertanyaan yang tidak bisa dipahami lawan. Bukan begitu merusak reputasi lawan debat. Bertanyalah hal-hal besar terkait visi membangun bangsa dan negara.
Untuk Gibran Rakabuming Raka, kalo mau jujur, beliau sejatinya juga gak paham akan singkatan SGIE. Dan kelihatan kok, ia membaca contekan ketika menjelaskan apa itu SGIE.
Debat Capres/Cawapres bukan uji pengetahuan. Tapi lebih pada soal adu narasi besar tentang bagaimana membawa Indoensia pada masa gemilang. Menjadi bangsa yang besar dan rakyatnya sejahtera lagi bahagia.
Penulis : Bung Adi Siregar (Kolumnis Asal Bekasi)