Kamis, Maret 28, 2024
More
    BerandaArtikelMerawat Kebhinekaan di Kampung Sawah Kota Bekasi

    Merawat Kebhinekaan di Kampung Sawah Kota Bekasi

    Info Bekasi -

    Bicara soal kebhinekaan, Indonesia merupakan negara yang kaya atas segala perbedaan. Mulai dari perbedaan ras, suku, budaya, agama, dan masih banyak lagi. Konsep perbedaan ini sejatinya sudah menjadi falsafah bangsa Indonesia, yang mempunyai jargon “Bhinneka Tunggal Ika” atau dalam bahasa Indonesia berarti “Berbeda-beda Tetapi Tetap Satu Jua”.

    Untuk itulah masyarakat Indonesia perlu menciptakan suasana yang toleran, dimana setiap masyarakat bisa hidup berdampingan tanpa mempermasalahkan ras, suku, budaya, maupun agama.

    Namun pada kenyataanya, konsep kebhinekaan belum sepenuhnya dapat dipahami dan diamalkan oleh masyarakat Indonesia secara luas. Banyaknya kasus “intoleran” menandakan bahwa konsep Bhinneka Tunggal Ika belum berjalan dengan sempurna.

    Diantara banyaknya kasus intoleran di Indonesia, terdapat contoh wilayah yang sudah menerapkan konsep Bhinneka Tunggal Ika ini dalam kehidupan sehari-harinya. Sebagai salah satu contoh yaitu pada wilayah Kota Bekasi, tepatnya di kecamatan Kampung Sawah. Disini penulis akan mencoba menjabarkan riset yang telah penulis lakukan, dan berdasarkan pengalaman penulis yang pernah tiggal di daerah tersebut selama satu tahun lamanya.

    Dalam wilayah Kampung Sawah, terdapat kerukunan antar umat beragama. Wilayah ini memiliki beberapa instansi pendidikan dan tempat ibadah yang berdampingan. Di sebelah Barat, terdapat bangunan Masjid Al Jauhar Yasfi, dan tak jauh dari Masjid tersebut terdapat bangunan Gereja Pasundan. Sedangkan di sebelah Timur, terdapat satu buah bangunan Gereja Katholik St.Servatius.

    Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan beberapa tokoh keagamaan di Kampung Sawah ini, ternyata fenomena ini sudah berlangsung sejak lama dan turun temurun. Apabila ditengok dari sejarahnya, Gereja Pasundan merupakan gereja tertua yang dibangun oleh orang-orang Betawi yang beragama Nasrani pada tahun 1874, setelah itu disusul oleh Gereja Katholik St.Servatius yang dibangun oleh para missionaris Belanda pada tahun 1896, dan yang terakhir adalah berdirinya Masjid Al-Jauhar Yasfi pada tahun 1967.

    Ketiga umat beragama ini memperlihatkan kerukunanya yaitu dengan membantu satu sama lain apabila terdapat hari-hari besar keagamaan. Seperti saat hari perayaan Natal, maka umat Islam yang berada di Kampung Sawah turut ikut serta membantu mengamankan perayaan Natal itu. Begitupun sebaliknya, apabila umat Islam sedang merayakan Idul Fitri atau Idul Adha, para umat kristiani pun turut ikut membantu.

    Bukan hanya pada hari raya saja mereka saling bersimpati, dalam hari-hari biasa pun mereka sering bersimpati, seperti saling memberi makanan, atau saling menjenguk apabila ada yang terkena musibah.

    Richardus Jacobus Napiun yang merupakan seorang tokoh masyarakat Katholik Kampung Sawah menyampaikan bahwa, Kampung Sawah dapat disebut sebagai Kampung Persaudaraan, karena dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya selalu menerapkan nilai-nilai toleransi yang tinggi.

    Hal senada disampaikan oleh KH. Rahmadin Afif, beliau mengatakan bahwa dalam urusan pergaulan, sejatinya umat Islam di Kampung Sawah ini harus menunjukkan sikap toleran terhadap agama lain, sehingga bisa tercipta wajah Islam yang sesungguhnya, yang penuh perdamaian dan kasih sayang.

    Sehingga dapat penulis katakan disini bahwa, contoh toleransi dalam menyikapi perbedaan yang terjadi di Kampung Sawah merupakan wajah Indonesia yang asli. Dimana masyarakatnya dapat hidup berdampingan dengan penuh perdamaian. Sehingga masyarakat dapat memahami betul apa itu “Bhinneka Tunggal Ika” yang sesungguhnya.

    BACA JUGA

    IKUTI KAMI

    7,300FansSuka
    403,000PengikutMengikuti
    5,200PengikutMengikuti
    512PengikutMengikuti
    4,200PelangganBerlangganan

    TERBARU