INFOBEKASI.CO – 22 Oktober sejak dua tahun terakhir menjadi hari istimewa dan penuh kebanggaan bagi masyarakat seluruh Indonesia yang pernah mengecap pendidikan agama di pondok pesantren. Dalam Keputusan Presiden Nomer 22 Tahun 2015, tepatpada 1 Muharram 1437 H, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo meresmikan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Penetapan Hari Santri Nasional dilakukan sebagai wujud penghormatan dan bentuk apresiasi bagi para ulama dan santri yang telah merelakan segala yang mereka punya demi merebut kemerdekaan bangsa Indonesia dari tangan penjajah.
KH Noer Alie sosok ulama kharismatik asal Bekasi yang menjadi sosok pejuang dalam pertempuran ini. Sebagian masyarakat Bekasi pastinya tak asing lagi dengan nama KH Noer Alie.
Lalu, siapakah KH Noer Alie sehingga sosok putera asli Bekasi itu menjadi orang yang paling disegani tak hanya oleh masyarakat biasa. Para pejabat di lingkungan Pemerintahan Kota/Kabupaten Bekasi pun sangat menghormati KH Noer Alie yang mendapat julukan Singa Karawang Bekasi.
Dilansir dari kh-noeralie.info dalam biografi KH Noer Alie Pahlawan Nasional yang ditulis oleh Ali Anwar, Infobekasi.co akan menggali lebih dalam KH Noer Alie yang telah dianugerahi gelar Pahlawan Nasional dan Bintang Mahaputra Adipradana oleh Pemerintah Republik Indonesia.
KH Noer Alie lahir pada 1914 di Desa Ujungharapan Bahagia, Babelan, Kabupaten Bekasi. Ujungharapan Bahagia merupakan nama baru yang diusulkan Menteri Luar Negeri Adam Malik ketika berkunjung ke Pesantren Attaqwa pada 1970-an.
Saat Noer Ali lahir, Ujungharapan Bahagia masih bernama Desa Ujungmalang, Onderdistrik Babelan, Distrik Bekasi, Regentschap Meester Cornelis, Residensi Batavia. KH Noer Alie merupakan anak keempat dari sepuluh putera-puteri pasangan Anwar bin Layu dan Maimunah binti Tarbin.
Di kampungnya, Anwar ayah KH Noer Ali termasuk warga kelas menengah. Selain sebagai tokoh masyarakat yang kerap dimintakan pandangannya, dia juga memiliki tanah, sawah, rumah yang terbuat dari bahan kayu berkualitas baik. KH Noer Alie kecil juga dinilai keluarganya sebagai anak rajin dan berbakti kepada kedua orang tua.
Pada 1934 KH Noer Alie menuntut ilmu ke kota Makkah, Saudi Arabia. Di negeri rantau itu KH Noer Alie Selain menjadi Ketua Persatuan Pelajar Betawi (PPB) Almanhajul Khoiri. Beberapa kegiatan diselenggarakan PPB, seperti unjuk rasa pembatalan penarikan pajak oleh Pemerintah Saudi Arabia terhadap pelajar asing.
Pada 1940, KH Noer Alie pulang ke kampung halaman di Ujungmalang, Bekasi. Setelah mendirikan madrasah dan menikah dengan Siti Rohmah binti Mughni.
Akhirnya pada 1956, Kiai Noer Ali berhasil mendirikan Yayasan Pembangunan, Pemeliharaan dan Pertolongan Islam (YP3) di kampung Oejung Malang, yang kini dikenal sebagai Ujung Harapan, Desa Bahagia, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, tempat kelahirannya. Pada 17 Desember 1986, Yayasan tersebut berganti nama dengan Yayasan Attaqwa atau Pondok Pesantren Attaqwa yang terkenal hingga kini. Pondok Pesantren At-Taqwa menyediakan pendidikan tingkat menengah pertama (Tsanawiyah) dan tingkat menengah atas (Aliyah). Kiai Noer Ali sengaja memisahkan gedung pesantren antara santri putra dan putri dengan jarak sekitar700 meter, dan masih tetap dipisah hingga sekarang.