Bak pemilihan presiden, pemilihan Ketua Rukun Warga (RW) riuh membahana di tempat saya tinggal. Mulai dari panitia yang mendesain pemilihan secara langsung oleh warga dengan basis kartu keluarga. Satu kartu keluarga satu hak suara. Pemilihan Ketua RW aja berani langsung, masak pemilihan presiden mau dibalikin lagi tertutup di kamar MPR #ups…
Pemilihan Ketua RW dilakukan persis desain pemilihan presiden secara langsung. Mulai dari aturan main, tahapan pemilihan hingga pemungutan suara.
Yang menarik tentu tertuju pada para calon. Pemilihan Ketua RW untuk periode lima tahun ke depan diikuti 6 kandidat. Yang daftar ada tujuh orang, satu gugur karena tidak memenuhi persyaratan administratif.
Ketika memasuki masa kampanye, para calon Ketua RW rajin keliling ketemu warga. Selain memperkenalkan dirinya sebagai kontestan, para calon Ketua RW tersebut juga menawarkan berbagai program bila terpilih kelak.
Program utama sudah tentu masalah banjir. Para calon Ketua RW menaruh masalah banjir sebagai bahan baku utama kampanye. Maklum saja, persoalan yang paling menyusahkan warga, masalah banjir. Semua warga bersepakat banjir menjadi persoalan penting yang harus segera diselesaikan.
Hampir dua minggu alat peraga kampanye tersebar luas di perumahan tempat saya tinggal. Foto calon Ketua RW dengan fose paling kece menghiasi jalanan perumahan.
Puncak kampanye ketika memasuki debat visi dan misi kandidat Ketua RW. Kebetulan saya diminta menjadi salah satu panelis pada acara debat kandidat tersebut. Dalam dialektika para calon, saya menikmati betul atmosfir percakapan dalam debat kandidat tersebut. Mereka beradu gagasan tapi tetap dalam suasana kekerabatan. Adu pikiran itu diselingi senda gurau dan canda.
Seperti politik pada umumnya, lobi politik pun berlangsung. Lobi politik terutama pada pemimpin ‘formal’ seperti Ketua RT, Ketua Majelis Taklim, Ketua Pengurus Masjid, Ketua Posyandu, dan Ketua PAUD.
Beberapa calon Ketua RW datang ke rumah bersilaturrahim politik. Meski beberapa calon yang datang ke rumah belum kenal sebelumnya. Namun suasana cepat cair karena agenda pertemuan sudah jelas tujuannya. Mencari dukungan.
Sebagai Ketua RT, saya terima setiap calon yang datang ke rumah. Niat baik orang masa ditolak. Saya pun terbuka pada warga, calon mana saja yang datang. Menjelaskan apa adanya.
Awalnya, saya berencana mengundang semua calon untuk silaturrahim ke RT kami. Namun karena waktu yang tak memungkinkan rencana tersebut tak terwujud.
Ada beberapa catatan yang menarik perhatian saya pada pemilihan Ketua RW 2022 ini.
Pertama, Tingkat partisipasi pemilih mencapai angka 93%. Kalah jauh dengan partisipasi Pemilu. Biasanya di tempat saya tinggkat partisipasi pemilih pada Pemilu rata-rata 60% sampai 70%. Ini tentu menarik, dugaan saya partisipasi pemilih tinggi karena dua hal, faktor froximity dan kontestasi dalam suasana keriaan.
Kedua, pola marketiing politik. Influencer, community, mak-mak dan teritori memiliki peranan yang sangat strategis dalam menentukan pilihan. Banyak warga yang tidak kenal dengan calon yang ada. Terutama di RT yang warganya tidak ada yang mencalonkan diri sebagai Ketua RW.
Influencer utama tentu Ketua RT. Kedua, Orang yang yang dipandang punya reputasi sosial ditengah masyarakat. Mereka ini para mantan ketua RT, RW, komunitas dan jabatan kemasyarakatan lainnya.
Teritori, kumpulan blok (wilayah) yang memiliki persoalan yang sama. Mereka disatukan secara emosional karena memiliki persoalan yang serupa. Atas kesadaran teritori ini, mereka bersepakat memilih satu calon yang dipersepsikan bisa menyelesaikan persoalan di teritori tersebut.
Daya jelajah mak-mak memiliki kemampuan penetrasi yang kuat dalam marketing politik calon Ketua RW. Isu yang ibu-ibu sampaikan, pilih Ketua RW yang peduli pada pembinaan anak-anak.
Kekuatan komunitas juga turut menentukan perolehan suara pada pemilihan Ketua RW 2022 ini. Ada beberapa calon dipilih karena alasan berasal dari comunity yang sama. Komunitas yang cukup menguat dalam pemilihan Ketua RW kali ini, komunitas sepeda, tongkorongan ngopi, tongkorongan main gaple dan tongkorongan beli nasi uduk.
Faktor influencer, teritori, mak-mak dan komunitas sangat berperan sebagai infrastruktur marketing politik Pemilihan Ketua RW 2022. Bila saya kelompokkan basis dukungan, Pemenang pertama dibantu influencer dan komunitas. Pemenang Kedua, didukung penuh kekuatan teritori. Sementara peraih suara ketiga dibantu kekuatan mak-mak, The Power Of Mak-Mak.
Pola perilaku pengambilan keputusan pemilih Ketua RW juga tak jauh berbeda dengan Pemilu. Perilaku pemilih Ketua RW ini menjadi miniatur Pemilu. Pola, strategi dan perilaku aktornya sama. Influencer, teritori, mak-mak dan komunitas, empat faktor menjadi bagian penting dalam merumuskan strategi pemenangan.