Oleh : Yulita Hety Sujaya, S.Pd
Guru Unity School Bekasi
Duka di dunia pendidikan kembali terjadi. Ahmad Budi Cahyono (26) pergi meninggalkan istri dan anaknya yang masih berusia lima bulan dalam kandungan. Ahmad yang merupakan guru seni rupa di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Torjun, Sampang, Madura tewas usai dianiaya oleh muridnya sendiri yang berinisial MH (17).
Meninggalnya Ahmad menambah rentetan panjang duka yang terjadi dalam pendidikan di Indonesia. Interaksi antara guru dan murid baik di dalam kelas maupun di luar kelas seyogianya bertujuan positif yakni saling belajar. Seorang guru hadir untuk membagikan ilmu yang sudah dipelajarinya. Begitu juga sebaliknya, seorang murid memiliki kewajiban untuk menyampaikan pendapatnya kepada guru. Sebuah relasi yang ideal. Ada ruang partisipasi yang mempertemukan dua aktor dengan posisi yang berbeda yakni guru dan murid.
Sebuah relasi ideal sebagaimana yang diterangkan di atas dalam kenyataannya tidak pernah sesuai dengan yang diharapkan. Hal yang terjadi justru sebaliknya. Sikap egoisme melandasi segalanya. Akibatnya proses interaksi justru berujung pada konflik hingga tewas. Sepintas yang saya baca tentang kasus yang baru terjadi antara Ahmad dan MH berawal dari sikap MH yang tidak menuruti perintah Ahmad untuk mengerjakan tugas. Hal ini yang kemudian membuat Ahmad mengambil sikap tegas dengan memukul MH menggunakan buku absensi. Tetapi justru menimbulkan reaksi juga dari MH yakni dengan mengacungkan tangan ke leher Ahmad yang selanjutnya tewas di rumah sakit.
Membaca sekaligus memahami peristiwa ini, sebagai seorang guru saya perlu menanggapinya cermat dan penuh hati-hati. Kecermatan dan kehatian-hatian tersebut dinyatakan melalui gagasan saya yang berusaha hadir sebagai aktor yang netral. Saya merasa bahwa apa yang dilakukan oleh Ahmad dan MH merupakan akumulasi dari keegoisan masing-masing. Keegoisan tersebut diungkapkan tidak hanya secara lisan melalui teguran tetapi juga kekerasan fisik. Disinilah relasi guru dan murid tengah dihinggapi oleh keegoisan masing-masing.
Kematian Ahmad yang dianiaya oleh muridnya sendiri MH sekurang-kurangnya memberikan peringatan bukan hanya kepada guru dan siswa, melainkan juga pada orang tua dan pemerintah untuk membangun sebuah relasi yang positif. Relasi yang positif akan hadir dan tumbuh khususnya di sekolah ketika sejak dari dalam keluarga sudah terbentuk dengan sangat baik pendidikan karakter.
Sementara itu, pada sisi yang lain, guru yang adalah pendidik harus bisa menjadi role of model yang senantiasa bisa disegani oleh para muridnya. Orang tua harus senantiasa membekali anak-anaknya dengan nilai-nilai karakter sedini mungkin. Begitu pun dengan pemerintah, perlu hadir untuk memberikan fasilitas yang menunjang pembentukan karakter para murid. Duka Ahmad adalah duka pendidikan kita di Indonesia. Suatu pertanda bahwa sistem pendidikan kita masih diwarnai dengan perilaku kekerasan.