Meski bukan lagi jalan protokol, Jalan Ir. Djuanda Kota Bekasi tetap jalur utama di Bekasi. Posisi di tengah. Menjadi penghubung sebuah wilayah di Bekasi. Jalan ini menjadi jalur menuju Jakarta. Gerbang menuju Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Jalan Ir. Djuanda memiliki sejarah Panjang. Sudah ada sejak zaman Hindia Belanda hingga Indonesia merdeka. Apalagi pada saat era kolonial, Bekasi bagian dari Keresidenan Batavia yang masuk Regentschap Meester Cornelis (Sekarang Jatinegara).
Pada tahun 1950, Bekasi berpisah dari Jatinegara. Menjadi bagian dari Jawa Barat. Nah, pusat pemerintahan Kabupaten Bekasi berada di Jalan Ir. Djuanda.
Di sepanjang jalan ini, terdapat situs sejarah Bekasi. Terdapat stasiun yang sudah berdiri sejak era Hindia Belanda. Stasiun Bekasi diresmikan tahun 1887, menghubungkan Batavia-Bekasi. Pasar tertua di Bekasi, Pasar Proyek berada di jalur ini. Salah satu pesantren tertua di Bekasi, Annida Al Islamy berdiri di jalan Djuanda.
Dahulu, pusat ekonomi rakyat ada di sepanjang jalan ini. Ada pasar Proyek dan pusat transportasi, Stasiun Bekasi.
Jalan penuh kenangan, Jalan Ir Djuanda Kota Bekasi kembali bergelora ketika sekelompok anak muda memilih jalan ini sebagai episentrum barbagi ide. Tentu kopi menjadi pemantiknya. Jalan ini kembali menunjukkan eksistensinya ketika Logaritma kopi memilih Djuanda 111 sebagai home base.
Ini bukan sekadar kebetulan. Kehadiran Logaritma kopi menjadi pertanda Djuanda kembali bangkit setelah sebelumnya terlupakan. Ngopi di Djuanda 111 bukan sekadar meneguk secangkir kopi, tapi menemukan ruh kota yang dulunya hidup di jalan ini. Djuanda 111, ngopi yang bangkitkan gelora penuh inspirasi. (BAS)