Masa pencoplosan Pemilu 2024 tinggal hitungan minggu. Semua jurus Caleg sudah dikeluarkan. Ada yang pakai jurus alon-alon waton klakon. Caleg yang gunakan jurus mabok juga ada. Jurus langit juga ada yang gunakan, jurus pasrah ala Caleg, serahkan saja pada yang di Atas. Caleg tipe ini sangat berharap pada saat pemungutan suara pemilih salah coplos. Dua puluh ribuan orang salah milih. Keselurahan yang salah itu, mencoplos namanya. Wou……
Sudah tergambar partai mana saja yang lolos di DPRD Kabupaten/Kota Bekasi dari beberapa survey jelang Pemilu 2024. Partai-partai yang bisa menempatkan kadernya di kursi legislatif sudah menunjukkan trend ajeg. Apalagi sisa masa pencoplosan tinggal 16 hari lagi.
Pemilih juga sudah punya pilihan. Sampai saat ini, yang masih ragu mau pilih siapa atau partai apa berada dikisaran 6 persen. Yang niat menggunakan hak pilih sudah punya jagoan yang akan dicoplos. Sangat kecil peluang untuk berubah pilihan.
Bila saya sederhanakan, peta pemilih terbagi dalam tiga kelompok. Pertama, sudah mantab dengan pilihannya. Kedua, Mau hadir ke TPS tapi belum memiliki pilihan. Angka kelompok ini sekitar 6 persen. Ketiga, warga yang tidak mau menggunakan hak pilihnya sama sekali. Sudah mantap tidak akan menggunakan hak pilihnya. Mereka ini apatis dengan politik. Dari tahun ke tahun, mereka tak menggunakan hak suaranya. Masa bodo dengan politik. Angka masyarakat tipe ini mencapai 30 persen.
Kelompok masyarakat ini dari dulu tidak percaya politik bisa merubah kehidupan mereka. Bagi mereka politik tidak membawa kemanfaatan terhadap kehidupannya. Belum ada satu partai pun yang bisa memikat hati tipe pemilih seperti ini. Apalagi kelompok golongan putih ini menemui realitas bila politik itu pertengkaran lima tahunan yang tidak membawa efek kebaikan pada kehidupan mereka. Belum lagi mereka melihat di media para politisi dengan laku korup. Politisi super berisik saat Pemilu tapi gak bisa menyelesaikan persoalan masyarakat.
Dari tipologi pemilih ini, kita bisa membaca peluang setiap partai untuk menduduki kursi di DPRD. Partai status quo bisa dipastikan meraih tiket kursi DPRD Kabupaten/Kota Bekasi. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) akan menjadi partai level pertama yang akan mendapat kursi di DPRD Kabupaten/Kota Bekasi. Di level kedua, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) akan merebut sisa kursi hasil pertarungan partai level satu.
Nah, yang menarik tentang siapa pemilik kursi “sisa”. Bisa dipastikan jadi rebutan partai baru dan partai yang tidak dapat kursi di Pemilu 2019. Seperti apa peluang partai – partai ini pada Pemilu 2024?
Membaca peluang partai baru dan partai yang tidak dapat kursi di Pemilu 2019 sangat mudah bila menggunakan beberapa indikator politik. Indikator ini akan memberikan kita gambaran seperti apa peluang partai baru meraih kursi DPRD Kabupaten/Kota Bekasi.
Pertama, Tantangan sebagai partai new comer. Yang sangat memberatkan partai new comer adalah tidak memiliki anggota di DPRD. Anggota DPRD petahana sangat membantu untuk meraih suara. Dengan hak budgeting yang dimiliki petahana maka akan membuka peluang menjaga suara yang sudah didapat sebelumnya. Gak hanya menjaga yang sudah ada, menambah suara pun sangat mungkin.
Seperti sekarang ini, dua minggu jelang masa pencoplosan DPRD sedang reses. Petahana dengan leluasa turun ke masyarakat. Menemui masyarakat dengan “judul” reses anggota dewan. Menjual yang sudah diperjuangkan ke masyarakat. Tentu ini tidak dipunyai oleh partai baru.
Kedua, Partai status quo memiliki kader dan infrastruktur politik lebih mapan dan teruji. Dari sisi kelengkapan struktur organisasi sudah bisa dipastikan milik partai lama. Sistem kaderisasi lebih matang dan teruji. Kebalikan partai baru. Partai baru belum memiliki pengurus yang solid. Anggota partai juga belum memiliki ikatan emosional yang kuat dengan partai. Belum teruji rasa kepemilikannya dan loyalitas terhadap partai. Kultur politik dalam tubuh partai baru belum terbangun. Ini menjadikan partai politik baru rawan bila diterpa konflik interal.
Ketiga, Caleg yang memiliki kantong tebal lebih memilih partai lama. Partai yang punya tradisi kursi di DPRD menjadi incaran Caleg berkantong tebal. Impaknya, partai baru mendapat Caleg yang sedang mengundi nasib. Caleg yang berpikiran asal jadi Caleg. Gak penting menang atau kalah. Yang jelas bisa Pansos dengan menjadi Caleg. Caleg dengan dana terbatas dan jejaring sosial politik minim pada ngumpul di partai baru. Padahal, sistem terbuka menjadikan Caleg sebagai motor utama pemenangan Pemilu.
Cukup menggunakan tiga indikator politik ini, kita sudah bisa memperkirakan bagaimana nasib partai politik baru di Pemilu 2024. Kalau pun kita turun ke lapangan yang ditemui adalah Caleg Petahana dari partai-partai mapan.
Menjawab judul artikel ini, terlebih dahulu penulis mengajukan pertanyaan untuk Caleg dari Partai baru, sudah berapa kali Bapak/Ibu tatap muka dengan masyarakat ? Sudahkah bapak/ibu Caleg, kader partai dan tim sukses menemui 20 ribu orang di masing-masih Daerah Pemilihan ? Bila pertanyaan itu membuat bapak/ibu Caleg pusing. Itulah jawaban seperti apa peluang Caleg partai baru di Pemilu 2024.
Penulis:
Bung Adi Siregar (Direktur The Urban Studies)